Senin, 25 Maret 2019

How Millennials Kill Kitchen



by yuswohady

Pertengahan tahun 2018 UBS, bank investasi asal Swiss, mengeluarkan studi yang sangat mencengangkan dengan judul menyengat: “Is the Kitchen Dead?”

Dari studi tersebut UBS memunculkan skenario bahwa di tahun 2030 hampir seluruh makanan yang kini dimasak di rumah akan dipesan secara online oleh perusahaan semacam UberEats (Go Food kalau di sini) dan dikirimkan melalui restoran atau dapur terpusat (central kitchen) terdekat.

Kalau demikian adanya, simpul UBS, ini adalah pertanda “kematian” dapur dan aktivitas memasak di rumah.

Dan biang dari itu semua, simpul UBS lagi, adalah: milenial.

Cover Millennials Kill Everything

Milenial adalah lazy generation alias generasi termalas dalam sejarah umat manusia karena dimanjakan oleh beragam apps yang memudahkan kehidupan mereka, termasuk dalam hal memesan makanan melalui online delivery. Mereka adalah generasi yang convenience-seeker.

Mereka paling hobi nonton HBO atau sepak bola Premiere Leaque di rumah via Netflix sambil memesan makanan via GoFood. Dan faktanya milenial tiga kali lebih sering dalam memesan makanan via online delivery ketimbang orangtuanya. Tak hanya itu, food delivery apps adalah 40 besar apps yang paling banyak diunduh oleh milenial saat ini.

Baca juga: Bagaimana Milenial Mendisrupsi Tempat Kerja?

Ramalan UBS penjualan online food delivery akan naik pesat dengan pertumbuhan lebih dari 20% setiap tahunnya sehingga menjadi $365 miliar (lebih dari Rp 5000 triliun) di tahun 2030 dari sekitar $35 milar tahun lalu.

Ada empat faktor yang mendorong terjadinya online food delivery boom ini di masa-masa mendatang. Pertama adalah murahnya upah koki sebagai akibat munculnya tren gig economy atau freelancer economy.

Kedua, bermunculannya apa yang disebut “dark kitchen” yaitu restoran yang beralih fungsi hanya sebagai dapur untuk layanan online food delivery seperti gerai Pizza Hut Delivery (PHD). Operasi dark kitchen ini jauh lebih efisien dari full service restaurant.

Ketiga, kemajuan teknologi artificial intelligence (AI) dan robotic memungkinkan burger atau salad diolah secara otomasi oleh robot. Penggunaan robot untuk memasak tak hanya menekan biaya serendah mungkin tapi juga memangkas tajam waktu memasak dan penyajian makanan.

Keempat, food delivery dengan menggunakan drone bakal mencapai critical mass digunakan oleh perusahaan online food delivery. Dampaknya, biaya dan waktu pengiriman akan kian terpangkas lagi.

Kalau keempat hal itu terjadi, maka hitung-hitungan keekonomiannya sederhana: ketika memasak di rumah menjadi lebih mahal, lebih lama, dan lebih ribet dibanding memesannya via online, maka bisa ditebak bahwa dapur dan aktivitas memasak di rumah pada akhirnya akan punah “dibunuh” oleh milenial.

Tren ini menarik kalau ditambah hasil survei dari porch.com yang menemukan bahwa milenial adalah generasi yang paling tidak konfiden di dapur. Menurut survei tersebut, kemampuan memasak milenial adalah yang terendah dibandingkan Gen-X dan Baby Boomers.

Hanya 5% milenial yang memiliki kualifikasi kemampuan memasak “sangat bagus” dibandingkan Baby Boomers yang mencapai 12,5%.

Mereka adalah generasi yang paling rendah dalam hal kemampuan memasak sederhana seperti memasak ayam, brokoli, atau telur. Tak sampai separuh dari mereka yang bisa memasak sayur dan daging.

Dalam survei tersebut porch.com melakukan “tes IQ memasak” untuk mengukur “kecerdasan memasak” seseorang. Hasilnya, Baby Boomers memiliki skor IQ memasak 10% lebih tinggi dari milenial.

Apa yang terjadi kalau dapur sudah tidak dibutuhkan lagi?

Yang jelas nantinya akan banyak rumah didesain tanpa dapur atau rumah dengan dapur minimalis. Tak hanya itu, produsen peralatan dapur seperti Maspion dan home appliances seperti lemari es Sharp akan terkena dampaknya. Produsen makanan dan bumbu seperti Royco, Kecap ABC, margarin Blue Band, atau minyak goreng Bimoli juga akan terimbas.

Apakah betul dapur dan memasak di rumah akan punah dibunuh milenial seperti prediksi UBS, mari kita tunggu datangnya tahun 2030.

Minggu, 24 Maret 2019

HIDUPLAH YANG JELAS


oleh : Rendy Saputra


Ambillah keputusan yang bulat...

Kalo emang gak cocok sama tempat kerja yang ada.. coba komunikasi sama pimpinan... kalo gak pas.. ya resign aja... hidup ini sangat berharga.. jangan dialokasikan pada keputusan yang setengah hati...

Kalo memang mau terus.. ya terus... telan semua konsekuensinya... kalo memang mau udahan... ya udahan... harus siap juga dengan segala konsekuensinya...

Berbisnis juga begitu. Anda sedang memasuki banyak area yang UNCERTAIN... area yang benar-benar tidak dapat dipastikan.. pasar yang gak pasti.. bisnis model yang terus berubah... kompetitor yang makin bengis.. situasi politik yang tidak menentu... ya namanya juga bisnis..

Berbisnis juga banyak konsekuensinya, Anda harus membangun organisasi, ada konflik antar manusia, ada anggota tim yang tidak pandai mengeksekusi program, ada peraturan yang harus ditegakkan, ada orang yang datang dan pergi... ya itulah bisnis...

Memilih jalan bisnis berarti memilih jalan yang berat dan mendaki. Sukar lagi sulit. Ia bukanlah jalan penuh pujian dan sanjungan. Ia bukan lah jalan dimana pintu mobil dibukakan dan karpet merah digelar. Jalan juang bisnis adalah jalan dihina orang, diremehkan, tidak diperhitungkan... dan selalu begitu... hingga hasil yang membungkam mereka semua.

Maka jalanilah hidup ini dengan hati yang bulat. Jalanilah hidup ini dengan jiwa yang penuh. Jangan setengah-setengah. Pilihlah dengan mantap. Lakukan dengan hati yang penuh.

Iya iya... nggak nggak... jangan bohongi diri.. dan jangan ijinkan dirimu untuk menjalani sisa usia di jalan yang sebenarnya tidak kamu pilih.

Tulisan ini penguat bagi sahabat-sahabat yang sedang bimbang dipersimpangan. Semoga menguatkan langkah. Mentenagai jiwa. Membulatkan tekad.

Yang penting... yang tidak boleh dilupakan... semua yang kita pilih haruslah bermuara pada penghambaan kepada Allah... jadi pilihan-pilihan diatas adalah jalan penghambaan saja...

KR Business Notes
Senin, 25 Maret 2019

Selasa, 12 Maret 2019

BERLATIH MATI



Sy ingin share tulisan seorang dokter  yg bertugas di RS Swasta - Jogjakarta..

Seringnya mendapat giliran tugas menunggui mereka yang sedang menghadapi sakratul maut alias detik-detik menjelang lepasnya nyawa dari tubuh fisiknya, membuat saya banyak merenungkan apa arti dari semua ini.
Sebuah kesempatan belajar yang langka dan tidak semua orang bisa mengalaminya.

Apa pentingnya buat saya?
Sangat penting, karena dari peristiwa itulah saya terus disadarkan bagaimana mengisi hari-hari yang saya jalani ini, agar bisa berakhir dengan penuh makna, mencapai tujuan yang diagendakan sejak sebelum saya diturunkan ke dunia, dan belajar menghargai waktu yang tersisa dengan hidup yang lebih berkualitas.

Cara orang meninggal dunia itu berbeda-beda.
Kemiripannya hanya pada tanda-tanda yang menyertai sebelum maut menjemput.
Wajah yang mendadak berubah, seperti bukan yang kita kenali selama ini. Pucat, bahkan putih seperti tembok. Terutama sorot mata mereka, yang sebentar kosong, sebentar gelisah, sebentar marah. Perilaku juga berubah.
Ada yang keinginannya harus dituruti betapa pun anehnya. Atau membuat orang lain kesal, dan yang bersangkutan sendiri marah atau uring-uringan. Mereka juga jadi labil secara emosi. Sedih, sering menangis tanpa tertahan lagi, takut ditinggal sendirian. Semakin mendekati waktunya, semakin gelisah menanyakan hari,tanggal atau jam. Juga tak betah lagi mengenakan segala macam alat bantu medis yang dimaksudkan untuk membuat mereka lebih lama bertahan hidup.

Yang membedakan adalah seberapa pasrah atau seberapa besar keyakinan mereka terhadap Allah Tuhan Yang Maha Esa, semasa hidupnya. Kebanyakan mereka yang simpel dan lurus-lurus saja hidupnya, tak banyak kuatir memikirkan ini itu hingga detil, lebih cepat "berangkat"nya. Tapi jika masih ada banyak ganjalan di hati dan pikirannya, seringkali mengalami kesusahan pada saat jiwanya akan lepas dari tubuhnya.

Hal ini membuat saya berpikir, bahwa untuk mati dengan mudah tanpa melalui banyak siksaan, adalah dengan melatihnya semasa kita masih hidup di dunia.

Berlatih mati?
Ya, Anda tidak salah baca, dan saya tidak sedang becanda.

Yang pertama perlu dilatih adalah soal keyakinan kita.
Yakin dan menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwa segala sesuatu itu baik adanya, berujung kebaikan, dan selalu ada kebaikan walau nampaknya susah sekalipun.
Ini adalah fondasi yang sangat penting ketika nyawa kita tengah berada di ujung tanduk nanti.
Kebaikan yang selalu kita yakini dan pikirkan akan membuat kita menyambut kematian dengan Keprasahan dan Kerelaan..
Putusnya nyawa dan keluarnya jiwa dari tubuh fisik kita akan lancar sama seperti ketika buang hajat besar, semakin kita rileks, akan semakin mudah, tapi semakin kita tegang, semakin susah lepas.

Latihan kedua adalah berlatih melepas.
Melepas apa saja yang selama ini kita anggap sebagai hak kita.
Sadarilah bahwa kita tidak memiliki apa-apa dan tidak berhak atas apapun, termasuk memikirkan nasib orang-orang yang kita kasihi yang akan kita tinggalkan.
Itu bukan urusan dan tanggung jawab kita.
Mereka adalah milik Allah Tuhan Yg Maha Esa dan masing-masing memiliki urusannya sendiri-sendiri dengan semesta.
Lepaskan juga segala urusan harta, kekayaan dan apapun yang masih mengikat dan menguasai kita, sejak sekarang ini, selagi kita masih hidup.
Artinya, ini adalah latihan mental agar kita tidak terus menerus kuatir dan memikirkan sesuatu yang nantinya akan kita tinggalkan.
Melepaskan juga berarti melepaskan dendam, kemarahan, kepahitan, luka batin yang masih ada.
Bersihkan mulai dari sekarang ini, hingga tak ada sisa sama sekali.
Berilah maaf kepada mereka yang pernah menyakiti hati, mengkhianati, mengakali kita, seikhlas-ikhlasnya.

Latihan juga tidak berhenti di aspek spiritual dan mental saja, namun juga di aspek fisik.
Memang tubuh fisik kita nantinya akan kita tinggalkan.
Tapi lebih enak mana meninggal dengan sehat atau dengan sakit?
Berlatihlah menghormati dan menghargai tubuh kita mulai dari sekarang.
Mulai belajar mendengarkan suaranya, apa yang sebenarnya ia butuhkan, bukan apa yang kita (ego/nafsu) butuhkan.
Berikanlah apa yang tubuh inginkan sejak sekarang, agar ia tak membangkang atau menusuk di belakang pada saat kita tak berdaya lagi.
Tapi ini bukan berarti manipulasi ya.
Lakukanlah dengan ikhlas, karena mengasihi tubuh sendiri sama dengan melayani orang yang sedang sekarat.
Perlu hati-hati, cermat, penuh hormat.
Daripada nantinya tubuh kita habis dimakan obat, lebih baik memeliharanya dengan baik semasa kita masih bisa.
Berikan makanan yang sehat, olahraga yang cukup, sinar matahari pagi, dan air bersih yang sesuai kebutuhan.

Banyak lagi yang bisa kita latihkan untuk menyambut kematian dengan gembira dan bukan dengan air mata.
Sudah waktunya kita mengubah persepsi tentang kematian bukan lagi sebagai peristiwa dukacita tapi kemenangan dalam perjalanan Hidup.

Selamat merenungkan dan mulai berlatih.

Kamis, 07 Maret 2019

2 keadaan manusia

Seorang Guru Sufi ditanya tentang 2 keadaan manusia: 

1. Manusia rajin sekali ibadahnya, namun sombong, angkuh dan selalu merasa suci. 

2. Manusia yg tak pernah ibadah, namun akhlaknya begitu mulia, rendah hati, santun, lembut dan cinta dgn sesama. 

Lalu Sang Guru Sufi menjawab: Keduanya baik; 

 @ Boleh jadi suatu saat si ahli ibadah yg sombong menemukan kesadaran tentang akhlaknya yg buruk dan dia bertaubat lalu ia akan menjadi pribadi yg baik lahir dan batinnya. 

@ Dan yg kedua bisa jadi sebab kebaikan hati-nya, Allah akan menurunkan hidayah lalu ia menjadi ahli ibadah yg juga memiliki kebaikan lahir dan batin. 

Kemudian orang tsb bertanya lagi, lalu siapa yg tdk baik kalau begitu...??? 

Sang Guru Sufi menjawab: "Yg tdk baik adalah kita, orang ketiga yg selalu mampu menilai orang lain, namun lalai dari menilai diri sendiri". 


Salam senyum penuh syukur di Jumat penuh berkah 
#komunitasPecintaSedekah Karena Berbagi itu Membahagiakan

copas

Rabu, 06 Maret 2019

Apa kabar Gubuk kecil Ku ?



Sudah lama ternyata tidak mengunjungi gubuk kecilku ini . Entah apa yang membuat aku malas untuk sekedar singgah , bercengkrama dengan suasana tenang . Melepas semua pikiran yang membuat hidup jadi semakin garing . Apapun itu , aku harus melawannya . Ada sesuatu yang mendorong kuat untuk sekedar mampir , menengok coretan demi coretan yang berhasil kuabadikan di sini . Akan tetapi bukan hanya keinginan , tapi sebuah keharusan bagiku untuk mulai lagi mengabadikan setiap langkah dalam sebuah tulisan .

Entah apa yang mau aku tulis untuk sebuah perayaan atas kunjunganku gubuk ini . Aku yakin semua penghuni gubuk ini telah menantiku , walaupun untuk sekedar mendengarkan celoteh tidak jelas dariku .atau untuk melihat kegilaanku . Lama juga tak merangkai kata membuat ku agak sulit menuangkannya . Mungkin dampak dari perpisahan ini . Aku juga yakin jikalau aku berhenti mengunjungi di gubuk kecil ini , pasti akan berdampak negatif  bagi hidupku . Seakan aku hanya memenuhi nafsu yang memaksaku untuk menjauh dari diriku yang sebenarnya . Hanya ego yang menguasai setiap langkah ku , mungkin !.
Tapi aku berusaha tidak menjadi seperti itu . Yah , semoga ini menjadi tolak ukur instropeksi diri  untuk semakin semangat dalam menulis .
Akan kumulai lagi dengan mantra ampuh ..
Bismillahirrohmanirrohim ..

sumber