Minggu, 17 September 2017

Emas dan Tanah

Sebongkah emas bertemu dengan sebongkah tanah.

● Emas berkata pada tanah, “Coba lihat pada dirimu, suram dan lemah, apakah engkau memiliki cahaya mengkilat seperti aku.......?
Apakah engkau berharga seperti aku....... ?”

● Tanah menggelengkan kepala dan menjawab, “Aku bisa menumbuhkan bunga dan buah, bisa menumbuhkan rumput dan pohon, bisa menumbuhkan tanaman dan banyak yg lain, apakah kamu bisa....... ?”

Emas pun terdiam seribu bahasa......

Dlm hidup ini banyak orang yang seperti emas, berharga, menyilaukan tetapi tdk bermanfaat bagi sesama.

Sukses dlm karir, rupawan dlm paras, tapi sukar membantu apalagi peduli.

Tapi ada juga yg seperti tanah. Posisi biasa saja, bersahaja namun ringan tangan siap membantu kapanpun.

Makna dari kehidupan bukan terletak pada seberapa hebatnya dan mahalnya harga diri kita, tetapi seberapa besar bermanfaatnya kita bagi orang lain.

Jika keberadaan kita dapat menjadi berkah bagi banyak orang, barulah kita benar- benar bernilai.

Apalah gunanya kesuksesan bila itu tidak membawa manfaat bagi orang lain, bagi saudara kita.

Apalah arti kemakmuran bila tidak berbagi pada yg membutuhkan.

Apalah arti kepintaran bila tidak memberi inspirasi di sekeliling kita.

Karena hidup adalah proses, ada saatnya kita memberi dan ada saatnya kita menerima. Maka pada ujungnya kita akan mempertanggung jawabkan kepada Allah Ta'ala segala hal yg pernah kita lakukan saat kita diberikan nafas....

Wallahua'lam

Rabu, 13 September 2017

Sholehkanlah Juga Anak Tetangga Anda

Mungkin ada yang bertanya, "Mendidik anak sendiri, itu keharusan. Tapi memperhatikan anak tetangga, apa urusannya? Nanti timbul fitnah, lagi..."

Bila Anda tipe orang tua yang mengurung anak tak boleh main keluar rumah, wajar bertanya begitu. Tapi kalau kebalikannya, tentu Anda sangat berkepentingan dengan perilaku baik teman main anak Anda.

Orang tua sering instan menyalahkan anak orang ketika mendapatkan anak kandungnya punya kebiasaan baru yang buruk. Misalnya ada kosa kata baru buat mengumpat. “Ini pasti gara-gara maen dengan si Victor Lazykodutch anak tetangga nih…” kira-kira begitu praduga seorang ibu bila anaknya sering bermain dengan teman yang bernama Victor. (Nama hanya rekaan)

Pokoknya, selalu lingkungan yang disalahkan. Mungkin teman di sekolah, teman dekat rumah, teman ngaji, teman les, dll. Padahal bisa saja anak belajar nakal dari orang rumah seperti kakak, pembantu, atau lainnya; bisa juga dari televisi; atau dari gawai yang diberi atau dipinjami orang tuanya ketika si anak leluasa membuka youtube.

Ya memang teman main dapat membawa pengaruh buruk. Maka itu, pastikan anak bermain dengan temain yang sholeh. Kalau susah mengontrol, lebih baik didik juga teman mainnya agar sholeh sebagaimana yang Anda harapkan pada anak sendiri.

Caranya? Ya banyak. Ketika bermain ke rumah, fasilitasi anak dan teman-temannya dengan alat permainan edukatif yang mendidik akhlak. Jangan pelit takut rusak dan sebagainya. Bahkan jangan segan membagikan kepada teman-temannya agar bisa dimainkan di rumah masing-masing.

Tegur juga dengan baik bila teman main anak Anda berbuat salah. Tentu dengan teguran yang baik. Jangan khawatir tak enak dengan orang tuanya. Makanya, perlu ada kesepahaman di lingkungan rumah bahwa tiap orang dewasa berhak mendidik dan menegur anak-anak tanpa pilih kasih.

Atau Anda bisa aktif mengurus TPA di dekat rumah. Kalau perlu, menjadi guru ngaji bagi anak-anak supaya bisa langsung memberi nasihat yang baik. Adakan juga pengajian buat mereka yang sudah beranjak remaja.

Tetangga Anda pun perlu juga diajak sholeh dan punya wawasan mendidik anak yang baik. Coba aktif di pengurus masjid dekat rumah, atau pengurus RT, lalu adakan/usulkan kajian parenting. Harapannya, para orang tua di sekitar lingkungan rumah Anda punya pemahaman yang setara bagaimana membentuk anak yang sholih.

Berikut ada sebuah cerita ilustrasi yang pernah viral tentang bersedekah dengan harta terbaik. Tapi sebenarnya ada ibrah/pelajaran lain dari kisah tersebut. Yaitu, lingkungan yang baik akan membawa pengaruh positif kepada tiap individu. Karena itu, mari sholehkan lingkungan kita!

*

Di satu desa di Osaka, Jepang, terdapat seorang petani yang menanam jagung-jagung unggulan. Seringkali memenangkan penghargaan tingkat Nasional dengan kategori :  “Jagung Terbaik Sepanjang Musim.”

Suatu hari, seorang wartawan dari koran lokal melakukan wawancara untuk menggali rahasia Kesuksesan Petani Tersebut. Wartawan itu menemukan bahwa ternyata Petani itu selalu Membagikan Benih Jagung terbaik kepada para Tetangganya. “Bagaimana Anda bisa berbagi benih jagung terbaik dengan tetangga Anda. Lalu bersaing dengannya dalam kompetisi yang sama setiap tahunnya?” tanya wartawan, dengan penuh rasa heran & takjub.

Tidakkah Anda mengetahui bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari jagung yang akan berbuah. Dan membawanya dari satu ladang ke ladang yang lain. Jika tetangga saya menanam jagung yang jelek, maka kualitas jagung saya akan menurun ketika terjadi serbuk silang. Jika saya ingin menghasilkan jagung terbaik kualitas unggul, maka saya harus membantu tetangga saya. Agar ia menanam jagung yang bagus.” jawab si Petani itu.

*

Zico Alviandri

Rabu, 06 September 2017

MApan, caranya...

🚗🚙🏆🏸
🏆
⛔
⛔
😍
Mapan, siapa sih yang nggak mau?
 Kalau mau, berarti kita mesti siap dengan tiga hal: 
- rutin jualan 
- hidup hemat 
- beli aset 
 Insya Allah, pasti mapan. 

 Simple? Iya. Namun bukan berarti easy.
 Teramat jarang orang yang menguasai tiga hal tersebut. 
Misal, dia demen jualan tapi boros. 
Dia siap hidup hemat tapi anti jualan. 
Pengen bokek selalu? Nah, langgarlah tiga hal tersebut. 
Dijamin bokek. Hehehe.

 Sepertinya Anda sudah tahu dan sudah mengalami. 
Hehehe. Soal jualan, izinkan saya, Ippho Santosa, mengambil sebuah contoh sederhana. 
Saya mulai jualan sejak SMA. 
Semakin serius jualan, ketika kuliah. 
Mulai dari jualan baju, air, burger, dan entah apa lagi. 
Jauh-jauh hari, guru saya pernah mengingatkan, "Jangan malu dan tabu dalam menjual. Ada barang bagus, kok didiamkan saja? Kasihtahu dong sama yang lain. Seluas-luasnya." 
Karena saya gigih, alhamdulillah sebagian produk saya laku. 
Ya, laku. Sayangnya, sebagian tidak laku. Kenapa? 
Karena saya tidak terlalu paham ilmunya. 

Cuma mengandalkan kemauan saja.
Setelah kelak saya menjadi entrepreneur, barulah saya sadar, 
"Gigih itu harus. Sekali lagi, gigih itu harus. Tapi berilmu juga harus."

 Mau sampai kapan coba-coba terus tapi nggak laku-laku? 
Dengan ilmu, kita dimampukan untuk menjual dengan lebih cepat dan lebih banyak. 
Misalnya, setelah belajar ilmu penjualan secara tatap muka (face to face),
barulah kita tahu intonasi, bahasa tubuh, pakaian, timing, dan pertanyaan yang bersifat meng-closing. 

Jumat, 01 September 2017

cicil impianmu

Seberapa serius dirimu menyikapi impianmu, ini terlihat dalam keseharianmu. Ya, terlihat dalam keseharianmu.

Saran saya, "Cicil impianmu." Setiap harinya, setiap bulannya. Tanpa terasa, nanti akan tercapai dengan sendirinya. Insya Allah.
.
Perlu contoh? Misal, kita ingin berumrah. Biaya umrahnya Rp25juta. Terus, kita ingin mencapainya dalam waktu satu tahun.
.
Ya sudah, Rp25juta dibagi 12 bulan. Itu artinya, kita harus mendapatkan uang atau laba (tambahan) kira-kira Rp2juta setiap bulannya.
.
Dengan produk bermargin 100%, boleh dibilang, kita harus menjual kurang-lebih Rp4juta setiap bulannya. Nggak terlalu sulit tho?
.
Ya, ini namanya mencicil impiannya. Kesungguhan niat dibuktikan melalui ikhtiarnya. Sehari-hari. Bukan sekedar teriak-teriak, "Saya niat, saya niat." Yang tak kalah pentingnya, action woy!
.
Jangan ngawang-ngawang. Mau, tapi nggak jelas ikhtiarnya. Pengen, tapi nggak jelas langkahnya. Walhasil cuma jadi angan-angan. Tak pernah jadi kenyataan.
.
Kalau impiannya besar, berarti ikhtiarnya juga lebih besar. Anak TK aja tau, hehehe. Pengen punya mobil, pengen punya rumah, tapi ikhtiarnya cuma jualan Rp4juta per bulan. Ini sih nggak cocok.
.
Sekali lagi, cicil impianmu. Bantu share ya kalau setuju.

Ust ipho santosa