Minggu, 03 November 2013

10 Muwashofat Kader Dakwah

Kepribadian seorang muslim haruslah berlandaskan Al Quran dan As sunnah. karen akeduanya merupakan warisan Rasulullah untuk ummatnya, dari Allah SWT. Bila disederhanakan, sekurang-kurangnya ada sepuluh profil atau ciri khas yang harus lekat pada pribadi muslim.
1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
Merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Denganaqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan denganikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengankebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepadaAllah sebagaimana firman-Nya yang artinya:
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam (QS 6:162).
 Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam da’wahnyakepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.
2. Shahihul Ibadah (Ibadah yang benar)
Merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalamsatu haditsnya; beliau menyatakan: ‘shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat´. Dariungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq (Akhlak yang kokoh)
Atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harusdimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di duniaapalagi di akhirat.Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw ditutusuntuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agungsehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman yang artinya:
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung (QS 68:4).
4. Qowiyyul Jismi (Kekuatan jasmani)
Merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakanamalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perangdi jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagaisesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah (HR. Muslim).
5. Mutsaqqoful Fikri (Intelek dalam berpikir)
Merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting.Karena itu salah satu sifat Rasul adalah
 fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya:
 Mereka bertanyakepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: ‘pada keduanya itu terdapat dosa besar danbeberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya´. Dan merekabertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan´. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219).
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai denganaktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentangtingkatan intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya:
Katakanlah: ‘samakahorang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?´, sesungguhnya orang-orang yang berakal-lah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9).
6. Mujahadatul Linafsihi (Berjuang melawan hawa nafsu)
Merupakan salah satu kepribadian yang harusada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik danyang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amatmenuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalammelawan hawa nafsu.Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga iamenjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).
7. Harishun Ala Waqtihi (Pandai menjaga waktu)
Merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karenawaktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak  bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri,wallaili dan sebagainya.Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi.Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: ‘Lebih baik kehilangan jam daripada kehilanganwaktu´. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk mengatur waktunya dengan baik, sehinggawaktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yangdisinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelumsibuk dan kaya sebelum miskin. Janganlah kita terpedaya dengan 2 nikmat .
8. Munazhzhamun fi Syuunihi (Teratur dalam suatu urusan)
Termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik.Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.
9. Qodirun Alal Kasbi (Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri)
Merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amatdiperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakanmanakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi.Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak didalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apasaja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt,karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.
10. Nafi’un Lighoirihi ( Bermanfaat bagi orang lain)
Merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim.Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang di sekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorangmuslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap muslimitu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya:
sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).
Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, sesuatuyang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.
Mudah-mudahan dapat menjadi acuan dalam memperbaiki diri untuk menjadi mukmin sejati. Kecintaan Allah dan Rasul-Nya. Amiin
 sumber:

Senin, 28 Oktober 2013

Belajar Dari Yang Dipuji di Langit

Catatan dari Ust Arifin Ilham yang begitu membuat kita malu, dengan keberkecukupan yang dimiliki namun masih sering mengeluh. pelajaran untuk selalu yakin pada balasan Allah, diuji di dunia namun dipuji di akhirat. menjadi selebriti langit hingga sang Amirul Mukminin meminta didoakan oleh beliau. 

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

Hari ini kita harus belajar banyak pada Uwais al-Qornie (w. 657 M). Belajar untuk tetap yakin bahwa Allah SWT pasti akan membalas sekecil apa pun kebaikan kita, meski sepi dari apresiasi manusia. 

Sosok ini teramat agung di mata Allah dan Rasul-Nya. Buah keikhlasan & kesabarannya, Allah SWT mempersilakan sebelum dia masuk surga nanti utk memberi syafaat kepada dua kaumnya, & Nabi menyebutnya sbg orang yg sangat terkenal di Langit meski tidak dikenal di bumi.

Sosok tabi’in mulia ini sebenarnya hidup di masa Rasul SAW. Tp krn tdk berjumpa dg beliau, mk bukan berkategori shahabat. 

Definisi shahabat dalam Ilmu Hadits adalah mereka yang hidup di masa Rasulullah SAW, beriman kepadanya dan pernah berjumpa atau melihat meski sekali wajah Rasulullah SAW.

Uwais, pemuda asal Qaran, Yaman, hari itu berpamitan kpd ibunya pergi ke pasar ternak. Ibunya sudah tua & lumpuh. 

Di pasar, pemuda bersuku Muraad ini membeli lembu atau kerbau yang masih kecil. Setelah deal harga, lelaki berwajah belang karena penyakit sopak ini membawanya pulang dengan memanggulnya.

Hari-hari Uwais yang dikenal sebagai penggembala kambing itu, kini dilaluinya dg kebiasaan baru yg aneh. 
Setiap pagi & sore, Uwais menggedong lembunya dari rumah menuju bukit yg ia buatkan kandang di atasnya. 

Jelas saja, aktivitas aneh ini semakin mengundang cemoohan orang kpdnya, terutama sejak sepeninggal ayahnya, Amir ibn Juz ibn Muraad al-Qairani. 

Rupanya ini jawabannya; ia membeli lembu kecil & memanggulnya setiap hari adalah dalam rangka melatih fisiknya supaya terbiasa dan kuat saat bulan haji nanti tiba. 

Sejak ibunya yg buta dan lumpuh itu ingin berangkat haji, Uwais hanya bisa terpaku & merenung. 

Dirinya bukan orang berada; hasil gembalaan kambing hanya cukup utk makan dia dan ibunya pd hari itu sj. Sementara dirinya teramat ingin membahagiakan sang ibu. Sehingga tercetuslah ide membeli lembu. 

Kini bobot lembu sudah mencapai 100 kg, dan aktivitas anehnya kini disudahinya. Pagi itu Uwais mendekati sang bunda. “Ibu, mari kita berangkat haji” “Dengan apa, Nak! Mana ada bekal untuk ke sana.” 
Sahut sang ibu dengan raut kaget.

”Mari, Bu. Aku gendong ibu. Perbekalan kita insya Allah cukup. Jatah makanku selama ini selalu aku tabung. 
Sang ibu hanya bisa ber-urai air mata. Pagi itu Uwais sang anak shaleh menyaruk kakinya, melintasi sahara panas dg menggendong sang ibu tercinta. 
Berminggu-minggu ia lewati perjalanan mission impossible sejauh 600 km ini dengan penuh ikhlas dan sabar. 

Sampai akhirnya Ka’bah pun sudah berada persis di depan matanya. Mereka berdua pun akhirnya berhaji, menyempurnakan keislaman mereka.

Allahu Akbar. Perjuangan yang berbuah manis. Benarlah janji Allah, setiap kebaikan sekecil apapun pasti akan ada balasannya. Sungguh, setiap langkah Uwais telah menggetarkan langit. 

Pantaslah para malaikat terkesima dan membalas tasbih tak henti. Bakti yang luar biasa dan amal kebaikan yang tak bertepi dari Uwais, mengangkat dirinya sebagai sosok yg sangat masyhur di seantero langit. 

Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib pernah diminta Rasul SAW utk memintakan doa kepada Uwais al-
Qornie. Karena tidak ada penghalang antara doanya dg Allah, dan pasti akan diijabah. Bagaimana dg kita?

Senin, 22 Juli 2013

Mengapa Surat Attaubah Tanpa Bismillah



Memang benar tidak ada lafadz basmalah pada surat yang kesembilan, yaitu surat At-taubah, atau sering disebut juga dengan nama surat Baro'ah. Disebut dengan Baro'ah yang bermakna pemutusan hubungan, karena isinya merupakan bentuk pemutusan hubungan dengan musuh-musuh Islam saat itu. Pada penulisan surat At-Taubah dalam mushaf Al-Qur’an, lafadz basmalah tidak dicantumkan dipermulaan surat tersebut. Hal tersebut berbeda dengan surat-surat yang lainnya yang mencantumkan basmalah di permulaan ayat.
Ada beberapa penjelasan dari para ulama mengapa basmalah tersebut tidak dicantumkan di permulaan surat At-Taubah.

  1. Pendapat Pertama Al-Mubarrid berpendapat bahwa merupakan kebiasaan orang Arab apabila mengadakan suatu perjanjian dengan suatu kaum kemudian bermaksud membatalkan perjanjian tersebut, maka mereka menulis surat dengan tidak mencantumkan basmalah di dalamnya. Maka ketika turun surat baro’ah (At-taubah) yang memutuskan perjanjian antara Nabi SAW dengan orang-orang musyrik, beliau mengutus Ali bin Abi Thalib ra. kemudian membacakan surat tersebut tanpa mengucapkan Basmalah di permulaannya. Hal ini sebagaimana kebiasan yang berlaku di bangsa Arab.
  2. Pendapat Kedua Riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas ra. bahwa ia pernah bertanya kepada Ali bin Abi Thalib tentang sebab basmalah tidak ditulis di permulaan surat Baro’ah. Ali bin Abi Thalib ra. menjawab, "Basmalah adalah aman (mengandung rasa aman) sedangkan Baro’ah turun dengan pedang (berkaitan dengan peperangan)."
  3. Pendapat Ketiga Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, Abu Daud, at-Tirmidzi dan an-Nasa’i dari Ibnu Abbas ra, bahwa beliau ra. pernah bertanya kepada Utsman bin al-Affan ra, "Apa yang menjadi alasan Anda mencantumkan surat At-Taubah setelah surat Al-Anfal, tanpa mencantumkan basmalah di antara keduanya?" Beliau menjawab bahwa Rasulullah SAW apabila turun suatu ayat, maka beliau akan memanggil para penulis wahyu dan berkata, "Cantumkan ayat-ayat ini di surat yang disebutkan di dalamnya anu dan anu. Surat Al-Anfal merupakan surat-surat yang pertama diturunkan di Madinah, sedangkan Baro’ah merupakan surat yang terakhir turun. Dan ternyata kisah yang terkandung di dalam kedua surat tersebut saling menyerupai, sehingga aku mengira bahwa surat Bara'ah termasuk surat Al-Anfal. Kemudian Rasulullah SAW wafat sebelum sempat menjelaskan hal tersebut."Oleh karena itu aku menggandengkan kedua surat tersebut dan tidak mencantumkan basmalah di antara keduanya dan menempatkannya dalam As-Sab’u Ath-Thiwal." (Tafsir Fathul-Qadir karya Imam Ali As-Syaukani II/415-416). Itulah beberapa pendapat mengenai alasan tidak dicantumkannya basmalah di permulaan surat At-Taubah.
Nah itulah kenapa jika kita membaca surat tersebut dari permulaannya, maka kita hanya disunahkan mengucapkan ta’awudz saja tanpa basmalah. Demikian halnya jika kita membaca dari pertengahannya. Kita juga cukup membaca ta’awudz saja. Apabila kamu membaca al-Qur'an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.(QS An-Nahl: 98).Kalau ada kesalahan Silahkan Dikoreksi