Dhana mengakui, boleh dibilang ia over protective
terhadap ibundanya. Saking inginnya sang ibu tetap nyaman dalam perjalanan, ia
memilih membawa ibunya dengan ambulans untuk pulang pergi cuci darah meski
sesungguhnya masih bisa duduk. Lagi-lagi dengan harapan ibunya akan lebih
nyaman dan berkurang rasa sakitnya.
Ia sendiri yang menggendong Ibu dari ambulans ke
tempat tidur dan sebaliknya. Ia juga dengan teliti menyiapkan sprei dan bantal
sendiri untuk ibunya selama berada di ruang cuci darah yang berlangsung sekitar
lima jam. Selama wawancara dengan Tarbawi pun, berkali-kali sempat terputus
karena Dhana sibuk menggaruk dan mengusap bagian mana pun dari tubuh ibunya
yang gatal, yang karena dalam posisi berbaring agak susah dilakukan sendiri
oleh Ibu Sundari. Semuanya ia lakukan dengan lembut dan wajah cerah.
Kini sudah tiga belas tahun Dhana mengarungi hari-hari
yang sepenuhnya ia persembahkan untuk Ibunya. Ia mengungkapkan dari seluruh
kejadian yang ia alami, satu-satunya yang membuatnya stress dan sedih adalah
ketika menyaksikan ibunya kesakitan. “Saya tidak tega melihat ibu sakit. Kalau
bisa saya gantikan sakitnya, saya akan gantikan,” ujarnya.
Dhana mengakui, ia selalu meyakinkan dirinya sendiri,
bahwa kondisi ibunya tidak menurun, dan karena itu , ia berharap Tuhan belum
akan memanggil ibunya. “Secara fisik ya, dulu bisa berjalan sekarang tidak.
Saya punya keyakinan, itu hanya masalah tulang saja. Tapi oragn-organnya selain
ginjal baik. Saya selalu minta cek keseluruhan sebulan sekali,” ucapnya.
Menghabiskan belasan tahun mengabdi pada Ibu bukan
berarti Dhana telah puas membahagiakan perempuan yang melahirkannya itu. Ia
merasa masih ada keinginan Ibu yang belum bisa dipenuhinya, yaitu mendapatkan
cucu dari Dhana yang telah menikah namun belum dikaruniai momongan.
Di mata Dhana, Ibu yang kini kerap digendongnya untuk
dipindahkan dari tempat tidur ke tempat tidur yang lain tetap sosok yang luar
biasa yang dicintai sekaligus dikaguminya. ia selalu teringat, ketika ayahnya
wafat, ibunya begitu tabah, bahkan sempat mencoba berbisnis serta melakukan
berbagai hal untuk melindungi masa depan kedua putranya, sebelum akhirnya jatuh
sakit.
Selain tegar dan penuh cinta kepada kedua putranya, Dhana
juga mengagumi kataatan Ibunya menjalankan ibadah. Meski sambil berbaring,
ibunya tidak pernah putus shalat, bahkan mampu membaca Al Quran setiap hari.
“Ibu punya energi untuk melakukan ibadah yang saya tidak miliki. Itu yang saya
kagumi karena saya belum memiliki ketaatan seperti yang dimiliki Ibu. Itu
mempengaruhi saya untuk dekat sama Allah. Saya seperti ini karena doa beliau,”
tuturnya.
Dhana yakin, ia menjadi seperti sekarang ini,
dimudahkan dalam banyak urusan kerja maupun lainnya, semua berkat da dari
ibunya. “Saya merasa doanya itu luar biasa melindungi saya. Ridha Ibu itu nomor
satu. Meski dalam kondisi sakit, berkah dari ridha Ibu tidak berubah. Misalnya
sama Ibu sedang tidak enak, tegang, saya tidak berangkat ke kantor atau
meninggalkan Ibu sebelum masalah clear. Ibu harus tertawa dulu atau tenang.
paling tidak sudah bisa memaafkan saya, baru bisa enak berangkat kerja,”
tandasnya.
Namun ia mengakui, bertambahnya usia memang ada
hal-hal yang dia lakukan untuk melindungi ibunya. Bila dulu semasa kecil atau
remaja dia sering menceritakan segala kesulitan pada Ibu, kini dia memilih
untuk menyeleksi ketika hendak menceritakan masalahnya. “Kalau saya sedang ada
masalah, paling saya bilang, doain ya, Bu. Saya hanya cerita detail untuk hal
yang menyenangkan,” turutnya.
Berulangkali Dhana menyatakan rasa syukur karena
ketika ibunya jatuh sakit belasan tahun silam, ia menetapkan prinsip untuk
menempatkan Ibu sebagai prioritas dalam hidupnya. “Saya bersyukur karena telah
mengambil langkah yang tepat. Kalau saya pilih masa depan, masa depan belum
tentu dapat dan saya kehilangan sesuatu yang harusnya saya lakukan. Saya
bersyukur, sangat bersyukur dengan kondisi seperti ini. Orang lain mungkin
bilang kasihan, tapi saya bersyukur,” ujarnya.
Bagi Dhana, berlelah-lelah, dalam suka dan duka
merawat Ibu, akhirnya membuahkan banyak pelajaran tentang kehidupan. Kesabaran,
penerimaan, semua itu begitu dalam maknanya bagi Dhana. kesabaran pula lah,
salah satu pelajaran berharga yang diakuinya turut memperbaiki kualitas dunia
batinnya yang membuat nya merasa telah menjalani hidup penuh arti. Perjalanan
hidup yang tak sekadar mengikuti proses biologis, namun juga menjadi perjalanan
menuju pemahaman hakikat hidup dan juga hakikat mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar