Mari pulang cinta,
ke gubuk kita
Tempat menenun kasih,
Tempat berbagi tawa,dan memadu air mata
Tempat saling pinjam pundak,
dan berebut mengangsurkan peluk
Mari pulang Cinta,
Ke rumah yg bagai kutub penyejuk damai hati
Tempat senyummu menyambut segala penat....
"masuklah, berselimut ,rehat.."
Ke rumah yg bagai mentari penyala jiwa berapi
Tempat senyummu menyengat ruh dan menggugat...
"keluarlah, dakwah, jihad..."
SAF
Selasa, 27 Desember 2016
Jumat, 23 Desember 2016
Tetaplah menjaga, walau rasa INGIN itu BERTERUS
Bisa jadi,
ada yang diam diam mengagumimu,
memikirkanmu dalam senyap,
membayangkan kemungkinan mengahadapi masa depan bersamamu,
lalu saat rasa itu meluap
padamu ia tiba-tiba muncul, chat, miscall apapun itu,
begitupun sebaliknya rasamu pada seseorang, bisa jadi sama bahkan lebih gila
tak ada yang dapat memaksakan perasaan
yang terpenting adalah tetap menjaga pada hal yang Allah sukai saja
tidak memberi harapan jika belum siap, pun tidak memaksa pada skenariomu saja
berat , tapi munculkan yakin bahwa Allah tidak pernah ingkar janji,
ada yang terhormat untuk yang terhormat,
ada yang suci untuk yang senantiasa ingin membersihkan dirinya,
Kuncinya
jangan pernah memaksa Allah untuk memberikan sesuatu kepada kita,
Karena Dia yang tau seluruh jalan cerita
sedang kita sering berkesimpulan pada satu scene saja,
#CatatanMasaDoeloe
ah sudah lama sekali
ada yang diam diam mengagumimu,
memikirkanmu dalam senyap,
membayangkan kemungkinan mengahadapi masa depan bersamamu,
lalu saat rasa itu meluap
padamu ia tiba-tiba muncul, chat, miscall apapun itu,
begitupun sebaliknya rasamu pada seseorang, bisa jadi sama bahkan lebih gila
tak ada yang dapat memaksakan perasaan
yang terpenting adalah tetap menjaga pada hal yang Allah sukai saja
tidak memberi harapan jika belum siap, pun tidak memaksa pada skenariomu saja
berat , tapi munculkan yakin bahwa Allah tidak pernah ingkar janji,
ada yang terhormat untuk yang terhormat,
ada yang suci untuk yang senantiasa ingin membersihkan dirinya,
Kuncinya
jangan pernah memaksa Allah untuk memberikan sesuatu kepada kita,
Karena Dia yang tau seluruh jalan cerita
sedang kita sering berkesimpulan pada satu scene saja,
#CatatanMasaDoeloe
ah sudah lama sekali
Minggu, 18 Desember 2016
*KANTONG YG BOCOR!!*
*الشريم إمام الحرم المكي في خطبته يقول* :
Imam masjid Asyuraim Al - Harram, Syeikh Almakki dalam khutbah Jum'atnya menyampaikan :
إحذروا *الكيس المثقوب*
*Hati-hati dengan kantong yg bocor*
" تتوضأ أحسن وضوء " لكــن. .. تسرف في الماء' *كيس مثقْوب*
Engkau telah berwudhu dgn sebaik2 wudhu akan tetapi engkau boros memakai air, (itu sama dengan)
*kantong bocor*
" تتصدق عَلى الفقراء بمبلغ ثم .. تذلهم وتضايقهم *كيس مثقْوب.
Engkau bersedekah kepada fakir miskin kemudian, engkau menghina dan menyulitkan mereka, (itu seperti)
*kantong bocor*
تقوم الليل وتصوم النهار وتطيع ربك" لكــن. .. قاطع الرحم *كيس مثقْوب*
Senin, 12 Desember 2016
Pelajaran Dari Yg Berbakti (Bag 3 of 3)
Dhana mengakui, boleh dibilang ia over protective
terhadap ibundanya. Saking inginnya sang ibu tetap nyaman dalam perjalanan, ia
memilih membawa ibunya dengan ambulans untuk pulang pergi cuci darah meski
sesungguhnya masih bisa duduk. Lagi-lagi dengan harapan ibunya akan lebih
nyaman dan berkurang rasa sakitnya.
Ia sendiri yang menggendong Ibu dari ambulans ke
tempat tidur dan sebaliknya. Ia juga dengan teliti menyiapkan sprei dan bantal
sendiri untuk ibunya selama berada di ruang cuci darah yang berlangsung sekitar
lima jam. Selama wawancara dengan Tarbawi pun, berkali-kali sempat terputus
karena Dhana sibuk menggaruk dan mengusap bagian mana pun dari tubuh ibunya
yang gatal, yang karena dalam posisi berbaring agak susah dilakukan sendiri
oleh Ibu Sundari. Semuanya ia lakukan dengan lembut dan wajah cerah.
Kini sudah tiga belas tahun Dhana mengarungi hari-hari
yang sepenuhnya ia persembahkan untuk Ibunya. Ia mengungkapkan dari seluruh
kejadian yang ia alami, satu-satunya yang membuatnya stress dan sedih adalah
ketika menyaksikan ibunya kesakitan. “Saya tidak tega melihat ibu sakit. Kalau
bisa saya gantikan sakitnya, saya akan gantikan,” ujarnya.
Dhana mengakui, ia selalu meyakinkan dirinya sendiri,
bahwa kondisi ibunya tidak menurun, dan karena itu , ia berharap Tuhan belum
akan memanggil ibunya. “Secara fisik ya, dulu bisa berjalan sekarang tidak.
Saya punya keyakinan, itu hanya masalah tulang saja. Tapi oragn-organnya selain
ginjal baik. Saya selalu minta cek keseluruhan sebulan sekali,” ucapnya.
Pelajaran Dari Yg Berbakti (Bag 2 of 3)
Dhana bersyukur karena ia sama sekali tidak ragu dan
yakin menjalani keputusan mengesampingkan kuliah untuk merawat ibunya. Ia
merasa, Allah yang membuat hatinya mantap. Selain itu ia berusaha melaksanakan
pesan Ayah agar dia menjadi lelaki yang mampu bertnaggungjawab. Dhana
mengenang, ketika ia memijit ayahnya, beliau berpesan, “Jika nanti ada sesuatu
yang buruk menimpa keluarga, kaulah yang harus menggantikan tugas Bapak, dan
kamu harus siap.”
“Saya pikir itu pembicaraan biasa. Saat Bapak
meninggal, saya jadi ingat sekali pesan itu. Ketika Ibu sakit, saya semakin
yakin, ini yang dimaksud Bapak. Mungkin pesan itu yang membantu saya untuk
prioritas ke Ibu. Hanya Ibu, tidak ada hal lain yang saya pikirkan. Saya tahu,
saya juga punya kehidupan sendiri yang harus saya tata, tapi saya yakin, saya
tidak salah meninggalkan masa depan dan meilih Ibu. Itu keputusan dan komitmen
saya. Biarlah masa depan tidak jelas, yang penting saya puas bisa mengabdikan
diri pada orang tua,” ucapnya.
Usaha mencari kesembuhan fisik serta menjaga mental
ibunya agar terus s emangat menjalani pengobatan dilakukan Dhana tanpa henti.
“Saya tidak pernah putus asa. Saya menikmati saja. Bahkan saya banyak belajar
dari semua ini. Saya coba resapi. Pelajaran yang palin besar itu kesabaran.
Kondisi ini membuat saya harus banyak mengalah, bersabar, dan menerima. Ini
pasti ada maksudnya, ada hikmahnya,” ujarnya.
Di tengah berbagai usaha yang menguras tenaga, waktu,
dan tentu juga uang, Dhana justru kian merasakan betapa banyak kemudahan tak
terduga. “Banyak hal aneh yang saya rasa kayaknya tidak mungkin kalau saya
balik lagi, kondisi itu akan terjadi lagi,” kenangnya.
Dhana yang sering bolos kuliah, akhirnya harus
menerima risiko tidak diperbolehkan mengikuti ujian oleh dosen yang kebetulan
dikenal sangat disiplin dan tidak gemar menerima alasan apapun dari mahasiswa
yang sering tidak hadir kuliah. “Saya menghadap dosen itu, saya belum ngomong
apa-apa, dia bilang, ya sudah ikut ujian saja. Banyak pertolongan di luar
dugaan. Masalah obat juga. Ibu sangat membutuhkan obat, tapi kebetulan stock
habis. Cari kemana-mana tidak ada, padahal ibu sangat membutuhkan dan harus
cepat. Saya kirim kabar ke banyak kenalan, tidak lama ada yang memberitahu ada
obat. gampang sekali,” tuturnya.
Pelajaran dari Yg Berbakti (Bag 1 of 3)
Kisahnya dimuat di majalah Tarbawi tahun 2007. meski hampir 10 tahun berselang, kisahnya selalu mengingatkan. Tidak ada yang sia sia dari sebuah bakti
--------
"Meski
dalam Kondisi Sakit, Berkah dari Ridha ibu Tidak Berubah"
"
Melihat orang yang saya cintai menderita, itu menjadi penderitaan juga bagi
saya. Tapi saya berusaha bertahan. Kalau saya down, bagaimana dengan
ibu........"
Ia membuat
beberapa orang yang bergaul dengannya merasa iri. Sebagian berkomentar, lelaki
muda itu telah dekat dengan pintu surga. Beberapa yang lain berpendapat,
sungguh beruntung ia mampu merawat ibunda tercinta dengan kualitas maksimal.
Hampir semuanya berdecak kagum. Namun Dhana Widyatmaka (33 tahun), putra
pertama dari Ibu Sundari (59 tahun) itu hanya berucap, apa yang ia lakukan
biasa-biasa saja."saya tidak pernah melakukan sesuatu yang hebat. Saya
hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Ini kewajiban. Saya yakin semua
anak juga melakukan hal yang sama," ucapnya.
Ditemui di sela-sela rutinitasnya menjaga dan menemani
sang ibu yang dua kali dalam seminggu harus cuci darah, Dhana mengisahkan,
selama tiga belas tahun ini, ibu menjadi prioritas utama dalam hidupnya. Semua
berawal ketika bulan Februari 1995, Ibu Sundari divonis gagal ginjal
“Ibu batuk-batuk, mual. Saya pikir sakit biasa. Waktu
dibawa ke rumah sakit, kadar ureumnya di atas 300, padahal orang normal harus
di bawah 40. Artinya racun dalam darah sudah menumpuk. Jadi harus langsung cuci
darah. Saat itu, kadar hemoglobin (Hb) Ibu hanya 3,4 sehingga harus transfusi
darah, padahal ketika itu bulan puasa, persediaan darah di PMI sangat terbatas
sehingga harus mencari donor darahnya, ketika itu saya sangat bersyukur
beberapa teman ibu dan seorang suster bersedia mendonorkan darahnya” terang
Dhana yang ketika itu masih duduk di tingkat dua sebuah sekolah tinggi di
Jakarta.
Sesungguhnya rasa duka kehilangan almarhum ayah dua
tahun sebelumnya masih membekas di hati Dhana. Baginya, kepergian ayah
menghadap Sang Maha Kuasa bagaikan kiamat kecil. “Saya tidak menyangka. Bapak
masih gagah, karir sedang posisi menanjak, dan saya baru masuk kuliah,”
kenangnya.
Sabtu, 10 Desember 2016
Langganan:
Postingan (Atom)