ceritanya copas namun semoga bisa dapet manfaat !!!!!
Mas
gagah berubah!
Ya, sudah beberapa bulan belakangan
ini Masku, sekaligus saudara kandungku satu-satunya itu benar-benar berubah !
Mas Gagah Perwira Pratama, masih
kuliah di Teknik Sipil UI semester tujuh. Ia seorang kakak yang sangat baik,
cerdas, periang dan tentu saja... ganteng! Mas Gagah juga sudah mampu
membiayai
kuliahnnya sendiri dari hasil mengajar privat untuk anak-anak SMA.
Sejak kecil aku sangat dekat
dengannya. Tak ada rahasia di antara kami. Ia selalu mengajakku kemana ia
pergi. Ia yang menolong di saat aku butuh pertolongan. Ia menghibur dan
membujuk di saat aku bersedih. Membawakan oleh-oleh sepulang sekolah dan
mengajariku mengaji.
Pendek kata,
ia selalu melakukan hal-hal yang baik, menyenangkan dan berarti banyak untukku.
Saat memasuki usia dewasa kami jadi
makin dekat. Kalau ada saja sedikit waktu kosong, maka kami akan
menghabiskannya bersama. Jalan-jalan, nonton film atau konser musik atau
sekedar bercanda bersama teman-teman. Mas Gagah yang humoris itu akan membuat
lelucon-lelucon santai hingga aku dan teman-temanku tertawa terbahak-bahak.
Dengan sedan putihnya ia berkeliling mengantar teman-temanku pulang usai kami
latihan teater. Kadang kami mampir dan
makan
dulu di restoran, atau bergembira ria di Dufan, Ancol.
Tak ada yang tak menyukai Mas Gagah.
Jangankan keluarga atau tetangga, nenek-kakek, orang tua dan adik kakak
teman-temanku menyukai sosoknya !
"Kakak
kamu itu keren, cute, macho dan humoris. Masih kosong nggak sih ?"
"Git, gara-gara kamu bawa Mas
Gagah ke rumah, sekarang orang serumahku sering membanding-bandingkan teman
cowokku sama Mas Gagah lho ! Gila, berabe khan ?"
"Gimana
ya Git, agar Mas Gagah suka padaku ?"
Dan masih banyak lontaran-lontaran
senada yang mampir ke kupingku. Aku cuma mesammesem. Bangga.
Pernah
kutanyakan pada Mas Gagah mengapa ia belum punya pacar. Apa jawabnya ?
"Mas belum minat tuh ! Kan lagi
konsentrasi kuliah. Lagian kalau Mas pacaran..., banyak anggaran. Banyak juga
yang patah hati ! He...he...he.." kata Mas Gagah pura-pura serius.
Mas Gagah dalam pandanganku adalah
sosok ideal. Ia serba segalanya. Ia punya rancangan masa depan, tapi tak takut
menikmati hidup. Ia moderat tapi tak pernah meninggalkan sholat !
Itulah
Mas Gagah!
Tetapi seperti yang telah kukatakan,
entah mengapa beberapa bulan belakangan ini ia berubah ! Drastis ! Dan aku
seolah tak mengenal dirinya lagi. Aku sedih. Aku kehilangan. Mas Gagah yang
kubanggakan
kini entah kemana...
--=oOo=-
"Mas Gagah ! Mas
Gagaaaaaahhh!" teriakku kesal sambil mengetuk pintu kamar Mas Gagah
keras-keras.
Tak ada jawaban. Padahal kata mama
Mas Gagah ada di kamarnya. Kulihat stiker metalik di depan pintu kamar Mas
Gagah. Tulisan berbahasa arab gundul. Tak bisa kubaca. Tapi aku bisa
membaca
artinya : Jangan masuk sebelum memberi salam!
"Assalaamuálaikuuum!"
seruku.
Pintu
kamar terbuka dan kulihat senyum lembut Mas Gagah.
"Wa’alaikumussalam
warahmatullahi wabarakaatuh. Ada apa Gita ? Kok teriak-teriak seperti itu
?" tanyanya.
"Matiin
kasetnya !" kataku sewot.
"Lho emang kenapa ?"
"Gita
kesel bin sebel dengerin kasetnya Mas Gagah ! Memangnya kita orang Arab... ,
masangnya kok lagu-lagu Arab
gitu!" aku cemberut.
"Ini nasyid. Bukan sekedar
nyanyian Arab tapi dzikir, Gita !" "Bodo !"
"Lho, kamar ini kan daerah
kekuasaannya Mas. Boleh dong Mas melakukan hal-hal yang Mas sukai dan Mas
anggap baik di kamar sendiri," kata Mas Gagah sabar. "Kemarin waktu
Mas
pasang
di ruang tamu, Gita ngambek..., mama bingung. Jadinya ya, di pasang di kamar."
"Tapi
kuping Gita terganggu Mas! Lagi asyik dengerin kaset Air Supply yang baru...,
eh tiba-tiba
terdengar suara aneh dari kamar
Mas!"
"Mas
kan pasang kasetnya pelan-pelan..."
"Pokoknya kedengaran!"
"Ya, wis. Kalau begitu Mas
ganti aja dengan nasyid yang bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Bagus, lho
!"
"Ndak, pokoknya Gita nggak mau
denger!" aku ngloyor pergi sambil membanting pintu kamar Mas Gagah.
Heran. Aku benar-benar tak habis
pikir mengapa selera musik Mas Gagah jadi begitu. Kemana kaset-kaset Scorpion,
Wham!, Elton John, Queen, Bon Jovi, Dewa, Jamrood atau Giginya ?
"Wah, ini nggak seperti itu,
Gita ! Dengerin Scorpion atau si Eric Clapton itu belum tentu mendatangkan
manfaat, apalagi pahala. Lain lah ya dengan senandung nasyid Islami. Gita mau
denger ?
Ambil aja di kamar. Mas punya banyak kok !" begitu kata Mas Gagah.
Oalaa !
--=oOo=-
Sebenarnya perubahan Mas Gagah nggak
cuma itu. Banyak. Terlalu banyak malah! Meski aku cuma ‘adik kecil’nya yang
baru kelas dua SMA, aku cukup jeli mengamati perubahan-perubahan
itu.
Walau bingung untuk mencernanya.
Di satu sisi kuakui Mas Gagah tambah
alim. Sholat tepat waktu, berjama’ah di Masjid, ngomongnya soal agama terus.
Kalau aku iseng mengintip di lubang kunci, ia pasti lagi ngaji atau
baca buku Islam. Dan kalau aku
mampir di kamarnya, ia dengan senang hati menguraikan isi buku yang dibacanya,
atau malah menceramahiku. Ujung-ujungnya,"Ayo dong Gita, lebih feminin.
Kalau kamu pakai rok atau baju panjang, Mas rela deh pecahin celengan buat
beliin kamu rok atau baju panjang. Muslimah kan harus anggun. Coba Dik manis,
ngapain sih rambut
ditrondolin
gitu !"
Uh. Padahal dulu Mas Gagah oke-oke
saja melihat penampilanku yang tomboy. Dia tahu aku cuma punya dua rok! Ya rok
seragam sekolah itu saja! Mas Gagah juga nggak pernah keberatan kalau aku
meminjam kaos atau kemejanya. Ia sendiri dulu sering memanggilku Gito, bukan
Gita !
Eh,
sekarang pakai manggil Dik Manis segala!
Hal lain yang nyebelin, penampilan
Mas Gagah jadi aneh. Sering juga mama menegurnya. "Penampilanmu kok
sekarang lain, Gah ?’
"Lain
gimana, Ma ?"
"Ya, nggak semodis dulu. Nggak
dandy lagi. Biasanya kamu yang paling sibuk dengan penampilan kamu yang kayak
cover boy itu..."
Mas Gagah cuma senyum. "Suka
begini, Ma. Bersih, rapi meski sederhana. Kelihatannya juga lebih santun."
Ya, dalam penglihatanku Mas Gagah
jadi lebih kuno dengan kemeja lengan panjang atau baju koko yang dipadu dengan
celana panjang semi baggy-nya. "Jadi mirip Pak Gino," komentarku
menyamakannya
dengan sopir kami. "Untung saja masih lebih ganteng."
Mas
Gagah cuma terawa. Mengacak-acak rambutku dan berlalu.
Mas Gagah lebih pendiam ? Itu juga
sangat kurasakan. Sekarang Mas Gagah nggak kocak seperti dulu. Kayaknya dia
juga males banget ngobrol lama atau becanda sama perempuan.
Teman-temanku
bertanya-tanya. Thera, peragawati sebelah rumah, kebingungan.
Dan...yang paling gawat, Mas Gagah
emoh salaman sama perempuan!! Kupikir apa sih maunya Mas Gagah?
"Sok kece banget sih Mas? Masak
nggak mau salaman sama Tresye? Dia tuh cewek paling beken di Sanggar Gita
tahu?" tegurku suatu hari. "Jangan gitu dong. Sama aja nggak
menghargai
orang !"
"Justru karena Mas menghargai
dia makanya Mas begitu," dalihnya, lagi-lagi dengan nada amat sabar.
"Gita lihat khan orang Sunda salaman? Santun meski nggak sentuhan. Itu
yang lebih
benar!"
Huh. Nggak mau salaman. Ngomong
nunduk melulu..., sekarang bawa-bawa orang Sunda. Apa hubungannya ?
Mas
Gagah membawa sebuah buku dan menyorongkannya padaku. "Baca!"
Kubaca keras-keras. "Dari ‘Aisyah
ra. Demi Allah, demi Allah, demi Allah. Rasulullah saw tidak pernah berjabat
tangan dengan wanita kecuali dengan mahromnya. Hadits Bukhari Muslim!"
Si Mas
tersenyum.
"Tapi
Kyai Anwar mau salaman sama mama. Haji Kari, Haji Toto, Ustadz Ali...,"
kataku.
"Bukankah Rasulullah uswatun
hasanah? Teladan terbaik?" kata Mas Gagah sambil mengusap kepalaku.
"Coba untuk mengeti ya, Dik Manis !?"
Dik manis? Coba untuk mengerti? Huh!
Dan seperti biasa aku ngeloyor pergi dari kamar Mas Gagah dengan mangkel.
Menurutku Mas Gagah terlalu fanatik ! Aku jadi khawatir. Apa dia lagi nuntut ‘ilmu
putih’? Ah, aku juga takut kalau dia terbawa oleh orang-orang sok agamis tapi
ngawur. Namun..., akhirnya aku nggak berani menduga demikian. Mas-ku itu
orangnya cerdas sekali! Jenius malah! Umurnya baru dua puluh satu tahun tapi
sudah tingkat empat di FTUI! Dan aku yakin mata batinnya jernih dan tajam.
Hanya..., yaaa akhir-akhir ini ia berubah. Itu saja.
Kutarik
napas dalam-dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar